Ing Pawon; Cara Baru Nikmati Jamu

Cara Baru Nikmati Jamu

Pagi masih buta, matahari belum muncul menunjukkan wajah merahnya. Bahkan, sebagian manusia masih bergelut di dalam selimut berusaha mencari kehangatan. Namun berbeda dengan Kiya. Bocah kecil yang baru duduk di bangku kelas 2 SD itu sedang termangu di depan teras rumahnya tampak seperti menunggu sesuatu.

Tak lama dari kejauhan terlihat bayangan seseorang berjalan tertatih-tatih sambil menggendong sesuatu yang besar di punggungnya. Dari situ pula terdengar suara sayu yang sangat familiar di telinga Kiya. “Jamu… Jamu…”.

Sontak Kiya langsung berdiri, berlari kecil roulette online wheel menunggu tepat di pinggir jalan berharap bayangan tersebut bisa lebih cepat menghampirinya.

Ya, sosok tersebut adalah mbok jamu atau penjual jamu yang sedari tadi ditunggu Kiya. Sebelum berangkat ke sekolah, Mama Kiya selalu menyuruhnya untuk meminum jamu agar menambah stamina dan menambah nafsu makan meski sibuk dengan kegiatan sekolah dan bermain. Jamu jadi menú Kiya memulai hari.

Potret kebiasaan yang dilakukan Kiya mungkin menjadi kebiasaan bagi sebagian orang juga; meminum jamu di pagi hari dari mbok jamu yang keliling perumahan. Yang belum tahu, jamu merupakan ramuan tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan tumbuhan atau tanaman herbal.

Ramuan ini secara turun-temurun telah digunakan untuk menyehatkan tubuh maupun mengatasi berbagai gangguan kesehatan.

Cara Baru Nikmati Jamu

Karena memiliki banyak manfaat dan penggemar, Agnes Sukenty Niken P (49 tahun) akhirnya menjadikan jamu sebagai salah satu peluang bisnisnya.

Agnes bercerita, kegemarannya terhadap jamu sudah sangat melekat pada dirinya dan keluarga. Namun sayangnya, di Jakarta, dia belum menemukan jamu yang seenak di kampung halamannya.

Terkadang dia hanya bisa minum jamu dua kali dalam setahun. Momen itu hanya bisa dia dapat ketika pulang kampung atau saat orang tuanya bertandang ke rumahnya.

“Terus akhirnya kita kalau minum jamu itu menunggu ada orang yang ke Jawa atau pas kita lagi ke Jawa. Karena di Jawa Itu nyari jamu ada di pasar, mbok gendongan gitu. Itu kan rasanya beda banget sama yang ada di sini,” ceritanya kepada Validnews di Jakarta, Senin (2/10).

Karena keterbatasan itulah dia mulai meracik minuman khasnya, berharap dapat menemukan rasa yang dia suka. Tahun 2017 menjadi tahun terpentingnya.

Pada tahun tersebut, Agnes mencoba membuat jamu untuk stok di rumah, namun karena membuat dalam jumlah banyak, beberapa botol jamu dibagikan kepada ibu-ibu di sekolah anaknya.

“Waktu jemput anak sekolah, sambil menunggu itu saya bagikan jamu ke ibu-ibu yang nunggu anaknya juga. Saya sering bawain karena saya bikin banyak daripada kebuang kan, saya bagi-bagi aja ke mereka,” tuturnya.

Namun siapa sangka, jamu racikan Agnes rupanya mendapat tanggapan sangat positif. Gayung bersambut. Bahkan mereka menyarankan Agnes untuk menjual jamu tersebut.

“Ibu-ibu bilang jamunya enak, kenapa enggak dijual aja? Mereka juga maksa beli sampai bilang katanya tidak mau minum jamu saya lagi jika hanya diberi gratis,” imbuh Agnes.

Dari situlah, akhirnya, dia mulai menanggapi serius racikan jamunya. Bermodalkan Rp20 juta, dia akhirnya berguru dari sang bunda dan beberapa penjual jamu di kampung halamannya. Eksperimen demi eksperimen dia lakukan, untuk menemukan rasa yang nikmat agar bisa dinikmati semua kalangan.